Labuhanbatu Utara, bidikkasusnews.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Labuhanbatu Utara tersandung dugaan korupsi fantastis senilai Rp517.784.903. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Sumut Nomor 41.B/LHP/XVIII.MDN/05/2025, yang dirilis pada 22 Mei 2025, mengenai Sistem Pengendalian Internal dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2024, mengungkap bahwa dana vital layanan kesehatan ini diduga raib melalui pertanggungjawaban yang tidaksenyatanya atau diduga fiktif, pemindahan uang ke rekening pribadi bendahara, dan pemalsuan laporan.
Modus operandi ini terkuak pada 7 Februari 2025, saat BPK memeriksa kas Dinkes. Bendahara diketahui mencairkan dana melalui 10 kali pengajuan Ganti Uang (GU) untuk perjalanan dinas yang diduga fiktif. Ironisnya, proses ini dilakukan menggunakan akun pribadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pengguna Anggaran (PA) di Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Ini membuka celah lebar bagi bendahara untuk mencairkan dana tanpa verifikasi formal yang seharusnya. Total dana yang digelapkan dari GU mencapai Rp500.539.736, ditambah Rp17.245.167 dari pemindahbukuan GU tak bertanggung jawab, sehingga total kerugian membengkak menjadi lebih dari setengah miliar rupiah.
Penyelewengan ini berdampak langsung pada masyarakat. Dana yang seharusnya mendukung supervisi Puskesmas, program imunisasi, penanggulangan stunting, dan koordinasi rumah sakit, kini terancam mengganggu bahkan melumpuhkan sejumlah program kesehatan krusial. Kasus ini juga menyoroti lemahnya sistem pengendalian internal Dinkes.
Meskipun telah dikembalikan ke kas daerah, Aktivis hukum Surya Dayan Pangaribuan, SH, menegaskan bahwa tindakan tersebut sama sekali tidak menghapus unsur pidana korupsi.
"Mau dikembalikan dan tidak dikembalikan, unsur pidana sudah jelas, pertama, unsurnya penyalahgunaan wewenang jabatan. Selanjutnya, dugaan pertanggungjawaban fiktif dan pemindahan uang negara ke rekening pribadi. Jelas unsur pidananya. Tindakan ini tidak dapat dibiarkan, mengingat uang rakyat ditelan bulat-bulat hingga mencapai setengah miliar lebih. Ini sama saja Penghianatan Kepada Rakyat." Tegas Dayan.
Ia menyoroti ironi di Labuhanbatu Utara saat ini, di mana pemerintah daerah tengah gencar menarik pajak dan retribusi demi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, oknum Dinas Kesehatan dengan gamblangnya menyedot uang rakyat ke rekening pribadinya.
Ia memperingatkan agar Pemkab tidak menimbulkan citra buruk di mata masyarakat, seolah penarikan pajak hanya demi kantong pribadi pejabat.
"Rakyat dengan bersusah payah berjuang menghidupi keluarganya, namun tetap menyisihkan kewajibannya membayar pajak demi kemajuan daerah. Namun, pada kenyataannya pajak yang dibayarkan dengan tetes keringat, goresan luka, tetesan darah hingga mempertaruhkan nyawa, pajak mereka justru diselewengkan," pungkas Dayan, menekankan betapa besarnya pengorbanan rakyat yang dinodai oleh tindakan korupsi ini.
Sebagai bagian dari jurnalisme berimbang, bidikkasusnews.com telah melayangkan surat pemberitahuan tentang Publikasi temuan atas LHP BPK dan memberi ruang terbuka untuk Dinas Kesehatan jika ada yang ingin diklarifikasi atau ditambahkan. Namun, hingga berita ini ditayangkan, penjelasan substansial belum diberikan. Balasan hanya berupa kutipan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Pasal 11 ayat (1) huruf a.
Langkah ini diduga kuat sebagai upaya Dinas Kesehatan menggeser permintaan klarifikasi jurnalistik menjadi "permintaan informasi publik" yang harus melalui mekanisme formal UU KIP, sehingga seolah-olah media tidak mengikuti prosedur. Padahal, klarifikasi adalah bagian dari etika jurnalistik, bukan sengketa informasi.
BPK telah merekomendasikan langkah administratif. Namun, publik menuntut agar kasus ini tidak berhenti di meja administrasi, melainkan diproses secara hukum. Ini adalah kejahatan keuangan yang mengancam dana rakyat dan hak layanan kesehatan. Penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat diperlukan untuk memberikan efek jera dan menjaga kepercayaan publik.
(Ricki Chaniago)





Komentar