Proyek Jalan Teluk Binjai–Tanjung Leidong DInas PUTR Labura : Temuan BPK Miliaran Rupiah, Dugaan Korupsi Menyengat

Labuhanbatu Utara, bidikkasusnews.com - Proyek peningkatan ruas Jalan Teluk Binjai–Tanjung Leidong di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), yang semula digadang-gadang sebagai urat nadi ekonomi masyarakat pesisir, kini justru menjadi sorotan tajam publik. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2025 mengungkap adanya dugaan kerugian negara dalam proyek senilai Rp20,7 miliar yang bersumber dari APBD Labura Tahun Anggaran 2024. Selasa (29/07/2025).

BPK menemukan kekurangan volume dan penurunan kualitas pekerjaan fisik di lapangan. Artinya, negara telah membayar lebih mahal dari nilai sebenarnya karena pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis maupun kuantitas yang tercantum dalam kontrak. Infrastruktur yang seharusnya memiliki daya tahan jangka panjang, kini justru rentan rusak sebelum waktunya.

Perbedaan mencolok tercatat pada empat item pekerjaan utama berupa pekerjaan tanah, perkerasan berbutir, perkerasan aspal, dan struktur beton. Selisih antara laporan dan kondisi faktual ini mengindikasikan potensi kerugian negara sebesar Rp2,32 miliar. Dari jumlah tersebut, hanya Rp900 juta yang berhasil dikembalikan ke kas daerah, sementara sisanya lebih dari Rp 1,4 miliar belum juga diselesaikan.

Kepala Dinas PUTR menyatakan sepakat dengan temuan BPK. Namun hingga kini, ia belum memberikan klarifikasi resmi kepada media. Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Edwin Defrizen sempat terkirim sebagaimana ditandai dengan dua centang. Namun setelah beberapa hari, pesan media hanya centang satu mengindikasikan bahwa kontak media kemungkinan telah diblokir. Sejumlah pemberitaan yang telah dimuat pun belum memperoleh tanggapan dari pihak dinas terkait.

Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek tersebut jauh dari prinsip kehati-hatian. Akibatnya, kualitas yang buruk berpotensi akan kerusakan jalan yang dapat menghambat mobilitas masyarakat pesisir, terutama dalam mendistribusikan hasil pertanian dan perikanan. Beban ekonomi warga pun akan semakin berat, karena ketergantungan mereka terhadap akses jalan ini sangat tinggi.

Tanggung jawab atas pelaksanaan proyek ini berada di bawah Dinas PUTR, termasuk Kepala Dinas, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Jika terbukti ada unsur kelalaian atau kesengajaan dalam membiarkan kekurangan pekerjaan, mereka dapat dijerat pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Di samping itu, sanksi administratif seperti pemutusan kontrak dan pencantuman penyedia dalam daftar hitam juga dapat dikenakan.

Lebih dari sekadar kerugian keuangan, kasus ini telah menggerus kepercayaan publik terhadap pelaksanaan proyek-proyek pemerintah. Pertanyaan pun mengemuka: bagaimana mungkin anggaran miliaran rupiah meloloskan pekerjaan dengan kualitas dibawah ambang batas? Transparansi dalam proses tender, efektivitas pengawasan teknis, serta akuntabilitas pelaksana kini menjadi sorotan utama.

Proyek Jalan Teluk Binjai–Tanjung Leidong tidak boleh dibiarkan menjadi preseden buruk. Pemerintah daerah harus segera bertindak menagih sisa kelebihan bayar, mewajibkan kontraktor memperbaiki pekerjaan dengan biaya sendiri, serta memproses pejabat yang terbukti lalai atau melanggar aturan. Selain itu, hasil tindak lanjut atas temuan BPK ini semestinya diumumkan secara terbuka kepada publik sebagai bagian dari komitmen akuntabilitas dan transparansi.

Sebab jalan bukan sekadar aspal dan beton. Ia adalah simbol arah kebijakan dan integritas pemerintahan: apakah berpihak kepada rakyat, atau justru dikendarai untuk kepentingan segelintir pihak.

Sebagai informasi, berita sebelumnya mengungkap bahwa terdapat enam proyek JIJ (Jalan dan Jembatan) yang dinyatakan bermasalah, dengan nilai kekurangan volume dan kualitas mencapai lebih dari Rp6 miliar, di mana baru Rp1,2 miliar yang dikembalikan. Sementara dua proyek lainnya mencatat temuan sebesar Rp60,8 juta yang seluruhnya telah disetorkan ke kas daerah.

LHP juga menegaskan bahwa permasalahan ini timbul akibat Kadis, PPK, dan PPTK Dinas PUTR tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal dalam hal pengawasan dan pemeriksaan proyek. Akibatnya, terjadi potensi kerugian negara dan berkurangnya masa manfaat infrastruktur yang dibangun.

Meskipun Kadis menyatakan kesepakatan terhadap temuan tersebut, hingga kini ia belum memberikan keterangan resmi. Ketidakhadiran klarifikasi semakin memunculkan kecurigaan publik terhadap integritas pengelolaan anggaran.

bidikkasusnews.com tetap membuka ruang klarifikasi, konfirmasi, maupun hak jawab dari Dinas PUTR dan instansi terkait lainnya sebagai bagian dari prinsip keberimbangan dan objektivitas jurnalistik.

(Ricki Chaniago)

Artikel Terkait

Berita|Sumut|
View Comments

Komentar

Info Menarik Lainnya

 

VIDEO

Video|0

BIDIKKASUSNEWS.COM

Thanks To : PT MEDIA BIDIK KASUS GROUP | |

Like Fans Page Kami