Labuhanbatu Utara, bidikkasusnews.com - Dana koperasi karyawan Perkebunan Kenopan Ulu PT MP Leidong West Indonesia (LWI) senilai Rp2,4 miliar yang hilang sejak pertengahan tahun 2024 hingga kini belum jelas penyelesaiannya. Meski laporan sudah disampaikan ke Polres Labuhanbatu pada November 2024, proses hukum berjalan lambat tanpa ada tersangka atau perkembangan berarti.
Para korban yang merupakan karyawan merasa kecewa dan frustasi karena penegakan hukum terkesan mengabaikan nasib rakyat kecil.
“Laporan sudah masuk lama, tapi tidak ada kemajuan. Kami terus diminta klarifikasi tapi hasilnya nihil. Pelaku masih bebas beraktivitas,” ujar B sebagai pelapor.
Saat dimintai tanggapan atas berita-berita sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Ferry Walintukan menyarankan pelapor agar mengadukan masalah ini ke Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) Polda Sumut jika merasa penanganan Polres tidak profesional. Namun, saran ini dianggap tidak memuaskan para korban yang berharap polisi langsung bertindak tegas.
“Kalau mau complain penanganan kepolisian lambat, lae dapat membuat laporan pengaduan ke Itwasda Polda SU.” Tulis Ferry pada WhatsApp pribadinya kepada Jurnalis.
Banyak pihak menduga ada perlindungan terhadap pelaku karena penyidik belum memanggil beberapa saksi penting dan pengurus koperasi lama, meski bukti sudah lengkap. Dugaan ini makin memperburuk kepercayaan publik terhadap Polres Labuhanbatu.
Menurut Undang-Undang Perkoperasian dan KUHP, penggelapan dana koperasi merupakan tindak pidana yang dapat dipidana penjara hingga lima tahun. Selain itu, aturan penyidikan Polri mengharuskan proses hukum berjalan cepat dan transparan.
“Kami ingin kepolisian benar-benar hadir sebagai pelindung rakyat kecil, bukan hanya alat yang membiarkan kejahatan berlanjut,” ujar Kuasa hukum Surya Dayan Pangaribuan SH.
Pada berita sebelumnya bermula Pada 18 November 2024, pelapor dari perwakilan anggota Koperasi Karyawan Perkebunan Kenopan Ulu PT MP LWI melaporkan dugaan penggelapan dana koperasi senilai lebih dari Rp2,4 miliar ke Polres Labuhanbatu.
Dana tersebut merupakan simpanan karyawan yang sangat penting bagi kehidupan mereka. Namun, laporan ini tidak langsung diproses sebagai Laporan Polisi (LP), melainkan hanya dicatat sebagai pengaduan masyarakat (Dumas).
Penyidik pembantu (Juper) malah menyarankan pelapor untuk membuat laporan ulang dalam bentuk LP supaya proses hukum bisa dilanjutkan secara formal. Padahal, laporan awal sudah disertai bukti dan keterangan yang cukup untuk menaikkan status laporan.
Hal ini memunculkan pertanyaan dan kecurigaan pelapor apakah ada upaya mengulur waktu atau sengaja menghambat proses hukum. Padahal sebelumnya Juper pernah menyampaikan dalam pesan WhatsApp pribadinya akan menggelar perkaranya.
Selama proses penyelidikan, lima dari enam pihak terlapor tidak memenuhi panggilan penyidik hingga tiga kali. Sesuai Pasal 112 ayat (2) KUHAP, penyidik wajib melakukan pemanggilan ulang dengan perintah jemput paksa. Namun, Polres Labuhanbatu tidak mengambil langkah ini dengan alasan laporan masih dalam bentuk Dumas dan tidak ada kerugian Negaranya.
Selain itu, Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tidak diberikan secara rutin, sehingga pelapor tidak mendapat informasi yang transparan dan patut diduga Polres Labuhanbatu telah melakukan Maladministrasi.
Setelah pelapor mengikuti saran membuat Laporan Polisi baru, proses penyidikan kembali dimulai dari nol. Ini menunjukkan proses yang tidak efektif dan menimbulkan dugaan bahwa berkas laporan awal sengaja diabaikan atau disembunyikan oleh oknum penyidik untuk menghambat penyelesaian kasus.
Pelapor menyatakan kekecewaan dan ketidakadilan karena dana koperasi yang merupakan hak buruh tidak diperlakukan serius oleh Polres Labuhanbatu. Mereka merasa dipersulit dan dibiarkan tanpa kejelasan hukum.
Masyarakat juga mulai kehilangan kepercayaan terhadap institusi kepolisian karena penanganan kasus yang lamban dan kurang transparan, bertolak belakang dengan visi Kapolri Listyo Sigit Prabowo tentang Presisi, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan, sehingga memperburuk citra institusi.
Kuasa hukum pelapor, Surya Dayan Pangaribuan, SH, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Mereka berencana melaporkan kasus ini ke Propam Polda Sumut, Kompolnas, dan Ombudsman RI karena dugaan maladministrasi dan pelanggaran etika penyidikan. Surya Dayan juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang profesional, proporsional, dan tidak diskriminatif untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
(Ricki Chaniago)
Komentar