LABUHANBATU UTARA, bidikkasusnews.com – Kasus dugaan penyelewengan Dana Desa (DD) Kuala Beringin, Labuhanbatu Utara (Labura), kini memasuki babak krusial. Setelah Kepala Desa (Kades) ST mengakui adanya tunggakan pengembalian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) DD tahun 2019, sorotan publik beralih kepada Inspektur Inspektorat Labura, Indra Paria. Senin, (01/12/2025)
Sikap pasif dan keengganan Indra Paria untuk memberikan konfirmasi dinilai bukan sekadar maladministrasi biasa, melainkan indikasi kuat adanya pembiaran yang berpotensi menyeretnya pada dugaan keterlibatan korupsi.
Pengakuan Kades ST mengenai SILPA 2019 yang belum dikembalikan sepenuhnya memperkuat dugaan kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang. Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi (AMPD) Sumatera Utara, Gunawan Situmorang, menegaskan bahwa Kades ST kini menghadapi ancaman jeratan hukum berlapis.
"Jika Kades terbukti menguasai dana negara untuk kepentingan pribadi, ia dapat dijerat Pasal 8 UU Tipikor tentang penggelapan yang dilakukan oleh pejabat," ujar Gunawan.
AMPD juga menyoroti potensi kejanggalan dalam serah terima jabatan (Sertijab). Kades yang menjabat saat ini, jika terbukti sengaja membiarkan atau tidak menindaklanjuti kekurangan SILPA 2019, dapat dijerat Pasal 55 KUHP tentang Penyertaan dalam tindak pidana korupsi.
Kasus ini semakin kompleks dengan sikap tidak kooperatif Inspektur Inspektorat Labura Indra Paria, yang memilih menghindar dan memberikan respons yang dinilai arogan saat dimintai klarifikasi. Publik menilai keengganan ini sebagai upaya sistematis untuk menutupi temuan.
"Sikap Inspektur Paria telah melampaui batas pelanggaran etik atau maladministrasi. Ini adalah potensi Obstruction of Justice," tambah Gunawan.
Pasal 21 UU Tipikor mengancam pidana penjara minimal 3 tahun bagi siapa saja yang sengaja menghalangi atau merintangi proses penyidikan dalam perkara korupsi. Jika terbukti Inspektur Paria sengaja menunda audit atau memanipulasi laporan untuk melindungi tunggakan SILPA 2019, unsur pidana perintangan proses hukum dapat terpenuhi.
Dugaan yang paling serius adalah potensi keterlibatan Inspektur Paria dalam tindak pidana korupsi. Inspektorat, sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), seharusnya menjadikan tunggakan SILPA 2019 sebagai temuan prioritas dan menindaklanjutinya secara tegas.
Kegagalan Inspektur dalam menjalankan fungsi pengawasan dan sikap menghindarnya saat dikonfirmasi menguatkan dugaan bahwa Inspektorat Labura bersekongkol atau melindungi Kades. Dalam konteks ini, Pasal 55 KUHP dapat diterapkan, membuat Inspektur bertanggung jawab atas tindak pidana yang sama dengan pelaku utama di Desa.
AMPD Sumut dan masyarakat Labura mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengambil langkah tegas. Mereka meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit forensik total terhadap SILPA 2019 dan 2022.
Selain itu, mereka juga meminta Kejaksaan/Kepolisian untuk memeriksa Kades atas dugaan Tipikor dan Inspektur Indra Paria atas dugaan Maladministrasi, Keterlibatan, dan Obstruction of Justice.
Gunawan juga mendesak Bupati Labura untuk segera memberikan sanksi tegas, termasuk pencopotan jabatan, kepada Inspektur Indra Paria demi memulihkan integritas pengawasan daerah.
Kasus ini menjadi sorotan nasional, menguji komitmen Pemda dan APH Labura dalam memberantas korupsi yang diduga melibatkan pejabat di level tertinggi pengawasan daerah.
(Ricki Chaniago/Tim)





Komentar