PEMERINTAH DINILAI ABAI, MASA DEPAN MAHASISWA UDA DI UJUNG TANDUK, KONFLIK YAYASAN TAK KUNJUNG USAI

Medan, bidikkasusnews.com - Konflik berkepanjangan yang melanda Yayasan Universitas Darma Agung (UDA) kini mencapai puncak kekhawatiran. Perseteruan internal yang tak kunjung selesai telah merampas harapan, bahkan masa depan ribuan mahasiswa yang tengah berjuang menuntaskan pendidikan mereka.

Tidak hanya mengacaukan aktivitas akademik, konflik tersebut juga membuat para mahasiswa terancam gagal mengikuti wisuda—momen sakral yang seharusnya menjadi puncak perjalanan panjang penuh pengorbanan. Bagi banyak keluarga, wisuda bukan sekadar seremoni, melainkan simbol keberhasilan dan pintu menuju masa depan yang lebih baik.

Namun kini, semua itu seolah dirampas begitu saja. Situasi diduga semakin diperparah oleh sikap pemerintah melalui LLDIKTI Wilayah I Sumatera Utara yang dinilai mahasiswa tidak menunjukkan ketegasan. Lembaga yang seharusnya menjadi penengah justru dianggap sebagian mahasiswa bersikap pasif, bahkan terkesan condong memihak kepada salah satu kubu.

“Kami sangat menyesalkan sikap pemerintah. Pembiaran seperti ini sama saja membiarkan masa depan kami terkatung-katung,” ungkap sejumlah mahasiswa yang merasa kecewa dan frustrasi.

Di tengah situasi yang semakin tidak menentu, ribuan mahasiswa UDA—baik yang sudah di ambang wisuda maupun yang baru menyelesaikan tahap akhir perkuliahan—menyatakan siap melakukan aksi perlawanan. Mereka menegaskan bahwa mereka adalah pihak yang paling dirugikan; para mahasiswa membayar kewajiban tepat waktu, tetapi hak-hak mereka sepertinya tidak pernah terpenuhi.

“Jangan tunggu kesabaran kami habis. Kami sudah terlalu lama diam dan terus bersabar,” seru para mahasiswa. “Selama ini kami tetap membayar uang kuliah, memenuhi kewajiban kami sebagai mahasiswa. Tapi mengapa hak kami diabaikan? Mengapa masa depan kami dipermainkan?”

Seruan ini ditujukan terutama kepada LLDIKTI, agar segera turun tangan menyelesaikan persoalan yang telah mencoreng dunia pendidikan tinggi di Sumatera Utara. Mahasiswa mendesak pemerintah untuk mengambil langkah cepat dan tegas demi memastikan proses wisuda tetap berjalan sesuai jadwal.

“Kami hanya meminta satu hal: jangan rampas hak kami. Kami berjuang keras untuk sampai di titik ini. Jangan biarkan konflik internal menghancurkan masa depan ribuan mahasiswa,” tegas mereka.

Ribuan suara mahasiswa kini bergema, menuntut keadilan dan kepastian. Publik menunggu, apakah pemerintah akan mendengar jeritan mereka—atau justru membiarkan badai ini terus merusak perjalanan akademik generasi muda.

Sementara Kepala LLDIKTI Wilayah I Sumut Prof. Saiful Anwar Matondang, M.A, Ph.D, pada Senin (8/12) mengatakan pihaknya masih melakukan verifikasi data. “Jika semua data mahasiswa sudah valid, maka boleh wisuda. Operator kami dan operator UDA sedang melakukan validasi dan terus berjalan,” katanya, menambahkan bahwa pihaknya tunduk pada perintah Direktur Kelembagaan Diktisaintek sesuai surat tanggal 21 Oktober 2025—di mana badan penyelenggara UDA adalah yayasan 2025.

Namun, katanya, jika ada keputusan hukum berkekuatan tetap yang menyatakan sebaliknya, Diktisaintek akan membuat keputusan yang berbeda. “Pada prinsipnya, LLDIKTI saat ini tunduk pada perintah Diktisaintek,” jelasnya.

Di sisi lain, para dosen dan pegawai UDA hanya mengakui rektor yang dipilih berdasarkan keputusan Senat Akademik—sesuai dengan Statuta UDA. “Rektor yang diangkat tanpa melalui proses pemilihan Senat Akademik melanggar Statuta UDA, artinya tidak sah. Rektor yang sah hanya produk senat akademik berdasarkan Statuta UDA,” kata sejumlah dosen.

Oleh karena itu, para dosen sangat menyayangkan keputusan Diktisaintek yang mengakui rektor yang pengangkatannya tidak sesuai Statuta UDA. “Ini berarti Diktisaintek secara terang-terangan mengabaikan ketentuan yang menjadi dasar pemilihan rektor. Kami mempertanyakan, apa dasar Diktisaintek mengakui rektor yang dipilih tanpa melalui proses senat sesuai Statuta UDA?” tanya mereka.

“Jadi sangat aneh jika seorang rektor diangkat tanpa berdasarkan Statuta UDA dan diakui. Hal ini lah yang membuat konflik UDA tak kunjung tuntas, yang akhirnya merugikan ribuan mahasiswa UDA,” terang para dosen.

Sementara itu, Administrasi Hukum Umum (AHU) milik Yayasan Perguruan Darma Agung (YPDA) versi HNK telah diblokir Kementerian Hukum dan HAM pada Juni 2025 karena sengketa kepengurusan yang masih berjalan di pengadilan. Sehingga semua kebijakan yang dibuat oleh pihak HNK—seperti pengangkatan rektor—dianggap tidak sah.

(T.Hendri.H.Sihombing)

Artikel Terkait

Berita|Medan|
View Comments

Komentar

Info Menarik Lainnya



 

VIDEO

Video|0

BIDIKKASUSNEWS.COM

Thanks To : PT MEDIA BIDIK KASUS GROUP | |

Like Fans Page Kami