Labuhanbatu Utara, bidikkasusnews.com - Penanganan laporan dugaan penggelapan dana Koperasi Karyawan (Kopkar) Perkebunan Kenopan Ulu PT Maskapai Perkebunan Ledong West Indonesia (PT MP LWI) senilai lebih dari Rp2,4 miliar oleh Polres Labuhanbatu menuai kritik dari para pelapor. Laporan yang diajukan pada 18 November 2024 itu hingga kini belum ditingkatkan menjadi Laporan Polisi (LP), meski lima dari enam pihak yang dipanggil disebut tidak memenuhi panggilan hingga tiga kali.
Informasi yang diperoleh bidikkasusnews.com menyebutkan bahwa penyidik pembantu (Juper) menyarankan pelapor untuk membuat laporan ulang dalam bentuk LP agar proses hukum dapat dilanjutkan secara formal. Hal ini memunculkan pertanyaan di kalangan pelapor: mengapa tidak langsung ditindaklanjuti dari laporan awal, padahal telah disertai keterangan soal dugaan pelanggaran?
Pelapor, B (46), menyatakan bahwa sejak awal telah menyampaikan kepada juper bahwa bendahara koperasi yang diduga terlibat dalam pengelolaan dana telah tidak diketahui keberadaannya. “Kalau orang yang pegang keuangan sudah kabur, apa itu bukan indikasi bahwa ada masalah serius? Mengapa tidak langsung ditangani sebagai LP?” ujarnya.
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 7 Maret 2025 menunjukkan bahwa lima pihak terlapor tidak memenuhi panggilan hingga tiga kali. Namun, belum ada tindakan hukum lanjutan untuk membawa pihak-pihak tersebut agar memberikan keterangan.
Padahal, Pasal 112 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan:
"Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawanya."
Anggota koperasi lainnya, BS, menjelaskan bahwa sistem keuangan koperasi dirancang tidak dapat diakses oleh satu orang saja. “Dana disimpan di rekening koperasi resmi, pencairan membutuhkan dua tanda tangan, dan semua transaksi tercatat. Jadi, kalau ada dana hilang dalam jumlah besar, kemungkinan itu tidak dilakukan sendiri,” jelas BS.
Kuasa hukum pelapor, Surya Dayan Pangaribuan, SH menyampaikan kepada jurnalis menurut Juper pemanggilan paksa tidak dapat dilakukan karena laporan masih berupa Dumas dan tidak melibatkan kerugian negara sehingga pelapor diarahkan oleh Juper untuk membuat LP kembali.
"Saya sudah menyatakan keberatan kepada juper, namun juper tetap berdalih bahwa dikarenakan tidak adanya kerugian negara maka jemput paksa tidak dapat dilakukan, sehingga saya beserta klien saya kembali membuat LP.", sampai Dayan kepada bidikkasusnews.com dengan nada kecewa dengan APH.
Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana memberikan wewenang kepada penyidik untuk meningkatkan status Dumas menjadi LP jika ditemukan indikasi pidana dalam proses penyelidikan. Sementara itu, Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011, mewajibkan penyidik bertindak profesional, proporsional, dan berdasarkan hukum.
Tim bidikkasusnews.com telah mengupayakan konfirmasi kepada Kasat Reskrim Polres Labuhanbatu AKP Teuku Rivanda Ikhsan, Kanit Pidsus IPDA Seniman, serta Aipda KA Simamora selaku penyidik pembantu. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi yang diterima, meskipun pertanyaan telah disampaikan melalui WhatsApp.
Para pelapor berharap agar penanganan perkara ini tidak berhenti di tengah jalan dan diproses secara terbuka dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Kami hanya ingin keadilan. Proses hukum ini harus dijalankan tanpa keberpihakan,” kata B.
Masyarakat juga menegaskan pentingnya prinsip kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta hak atas pelayanan publik yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
(Ricki Chaniago)
Komentar