AMPD Minta Kejatisu Usut Dugaan Korupsi Proyek Tangki Septik di Labura

​LABUHANBATU UTARA, bidikkasusnews.com - Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi (AMPD) mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi pada proyek tangki septik di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura).

​Koordinator AMPD, Gunawan Situmorang, menyoroti adanya indikasi korupsi berjemaah dalam proyek senilai hampir Rp2,5 miliar di Desa Kuala Beringin, Kecamatan Kualuh Hulu.

"penerima manfaat masih dibebankan biaya yang seharusnya sudah ditanggung penuh oleh anggaran negara, seperti biaya transportasi material dan upah untuk menggali lubang." Tegas gunawan.

​Gunawan menambahkan tindakan tersebut berpotensi merugikan masyarakat dan negara sehingga dinilai mengangkangi regulasi terkait tindak pidana korupsi.

"Praktik ini berpotensi melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara. Pelaku bisa diancam hukuman penjara hingga seumur hidup." Paparnya.

​"Proyek ini juga dianggap bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 87 Tahun 2022 tentang Percepatan Layanan Sanitasi Berkelanjutan, yang secara jelas menyatakan bahwa pendanaan proyek sanitasi ditanggung oleh APBD. Sebagai tindak lanjut, AMPD berencana melayangkan laporan resmi ke Kejatisu." Tutupnya.

Berita Sebelumnya, dugaan markup anggaran telah terkuak dalam proyek yang sama. Proyek ini menjadi sorotan setelah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengklaim biaya per unit mencapai Rp15 juta, sebuah angka yang dinilai tidak wajar.

​Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Labura, Nazwan Prawira, sebelumnya menyatakan biaya per unit berkisar Rp15 juta. Namun, data di lapangan menunjukkan ketidaksesuaian. Proyek ini terbagi menjadi dua paket: KKM Bersama dengan anggaran Rp1 miliar untuk 60 unit (rata-rata Rp16,67 juta/unit) dan KSM Bersatu dengan anggaran Rp1,43 miliar untuk 113 unit (rata-rata Rp12,73 juta/unit).

​Perbedaan signifikan antara dua paket tersebut menimbulkan kecurigaan bahwa angka Rp15 juta hanya narasi untuk membenarkan tingginya anggaran. Dugaan kuat adanya mark-up pada Rencana Anggaran Biaya (RAB) diperkuat oleh fakta bahwa warga harus menanggung biaya tambahan.

​Pihak yang diduga bertanggung jawab dan patut diperiksa adalah PPK, PPTK, TFL, dan kontraktor pelaksana. Masyarakat mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan audit forensik terhadap seluruh dokumen proyek dan membandingkannya dengan kondisi di lapangan, guna membuktikan adanya kerugian negara.

(Ricki Chaniago)

Artikel Terkait

Berita|Sumut|
View Comments

Komentar

Info Menarik Lainnya

 

VIDEO

Video|0

BIDIKKASUSNEWS.COM

Thanks To : PT MEDIA BIDIK KASUS GROUP | |

Like Fans Page Kami