Labuhanbatu Utara, bidikkasusnews.com – Perayaan Hari Santri Nasional yang seharusnya menjadi momen khidmat di halaman Kantor Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) ternoda oleh dugaan insiden pelanggaran etika dan diskriminasi yang dilakukan oleh oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Rabu, (22/10/2025).
Seorang warga yang hadir sebagai tamu bagian dari undangan acara mengaku menjadi korban perlakuan sewenang-wenang. Sepeda motornya ditemukan dalam kondisi ban kempes diduga sengaja digembosi dan lebih parah, korban dilarang mengambil dokumentasi saat mencoba meminta pertanggungjawaban dari petugas.
Korban menceritakan bahwa ia memarkirkan kendaraan roda duanya di area yang juga digunakan oleh banyak peserta lain. Meskipun sempat ada larangan, ia merasa posisinya tidak melanggar secara ekstrem.
“Aku parkir, aku tengok banyak kereta parkir (sepeda motor – red). Memang aku sempat dilarang, tapi aku lihat keretaku sejajar dengan banyak kereta lain artinya tempatku parkir itu tidak salah,” ujar korban kepada awak media.
Saat kembali, korban terkejut mendapati motornya telah dipindahkan dan ban kempes. Merasa dirugikan, ia langsung mencari petugas untuk dimintai klarifikasi.
“Pas aku balik ke parkiran, motorku sudah pindah tempat. Aku lihat ban-nya kempes. Aku tanya ke Satpol PP lain, malah dia nantangin mau mempertemukan aku dengan yang menggembosi motorku,” tambahnya.
Korban sangat menyesalkan sanksi yang dianggap berlebihan dan diskriminatif, mengingat banyak motor lain di barisan yang sama tidak mendapatkan perlakuan serupa.
Insiden memuncak ketika oknum Satpol PP yang diduga sebagai pelaku tiba di lokasi. Pada momen tersebut, korban berinisiatif mendokumentasikan interaksi tersebut menggunakan ponselnya sebagai bukti. Namun, petugas Satpol PP secara tegas melarangnya.
“Datanglah Satpol PP lain, tapi saat aku mau dokumentasi, mereka larang foto-foto. Mungkin karena takut diviralkan,” jelas korban.
Korban menyayangkan sikap represif ini, yang dianggapnya sangat tidak etis mengingat statusnya sebagai undangan resmi Pemkab.
“Sebagai warga, saya juga bayar pajak, dan mereka digaji dari pajak itu. Harusnya mereka melayani masyarakat, bukan bertindak sewenang-wenang. Saya ini bagian dari undangan resmi Pemkab,” tegasnya, menuntut akuntabilitas publik dari aparat.
Analisis Dugaan Pelanggaran Hukum dan Kode Etik
Dugaan tindakan oknum Satpol PP Labura ini memunculkan sorotan serius terhadap tata kelola dan kepatuhan aparat penegak Perda terhadap regulasi dan etika profesi.
Tindakan menggembosi ban secara selektif, di tengah banyak kendaraan lain yang diparkir di lokasi serupa, mengindikasikan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP Pasal 20 huruf c, yang secara jelas mewajibkan anggota Satpol PP untuk "bertindak objektif dan tidak diskriminatif". Sanksi fisik yang tidak proporsional ini juga mencederai prinsip keadilan.
Larangan tegas terhadap pengambilan dokumentasi di ruang publik, dengan dalih karena takut viral, merupakan bentuk pembungkaman terhadap hak sipil warga negara. Dalam negara demokratis, masyarakat memiliki hak konstitusional untuk melakukan kontrol sosial dan mendokumentasikan tindakan aparat yang diduga melanggar aturan. Dokumentasi tersebut merupakan alat bukti esensial untuk menjamin akuntabilitas.
Meskipun Permendagri No. 16 Tahun 2023 tentang Kode Etik Satpol PP tidak mengatur secara rinci soal dokumentasi oleh warga, semangat Kode Etik dan kewajiban "menjunjung tinggi hak asasi manusia" jelas bertentangan dengan upaya represif untuk menghalangi perekaman.
Tindakan represif terhadap tamu undangan acara resmi Pemkab ini juga menunjukkan rendahnya etika pelayanan publik. Satpol PP, yang dibiayai dari pajak masyarakat, semestinya menjalankan tugas dengan pendekatan yang humanis, persuasif, dan edukatif, bukan dengan tindakan yang merugikan dan sewenang-wenang.
Tim media telah berupaya melakukan konfirmasi resmi kepada Kepala Satpol PP Kabupaten Labura dan pejabat terkait lainnya. Namun, upaya tersebut gagal lantaran Kasat dan pejabat penting lainnya tidak berada di kantor.
Insiden ini menuntut klarifikasi resmi dan investigasi internal yang serius oleh Pemerintah Kabupaten Labura. Jika terbukti oknum tersebut melanggar ketentuan dan kode etik, sanksi tegas mulai dari pelaku hingga atasan yang membiarkan atau mengetahui tindakan tersebut harus diberikan sesuai ketentuan hukum, guna menjaga integritas institusi serta memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak Perda.
(Ricki Chaniago)
Komentar