Objek Wisata Sakral Lesung Terbang (Losung Nahabang) Di Desa Harian Menjadi Salah Satu Objek Wisata Di Samosir


Samosir, bidikkasusnews.com - Sebuah plang besar  bertuliskan Rumah Parsaktian Datu Parulas Parultop, tampak  berdiri di pinggir Jalan Raya Lingkar Samosir, persisnya di pertigaan sebuah jalan kecil menuju sebuah  perkampungan, di Desa Harian, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara.

Setelah berjalan sekitar 50 meter mengikuti jalan kecil, memasuki satu perkampungan tradisional Batak Toba. Di antara beberapa rumah yang ada, tampak sebuah rumah tradisional (rumah bolon)  menonjol dari bangunan rumah yang lain.

Pekarangan dan kolong rumah tampak bersih dan rapi beralaskan cone block. Seluruh badan rumah terlihat  berhiaskan Gorga (Ukiran Batak), dengan  dilumuri cat halus paduan warna khas Batak Toba, yakni hitam, merah dan putih.

Inilah Rumah Parsaktian Datu Parulas Parultop Lumban Raja, yang sudah lama ingin di kunjungi, karena ingin melihat langsung rumah yang memiliki banyak cerita menarik, khususnya tinggalan benda bersejarah yang masih utuh tersimpan di dalamnya.

Benar. Menyambangi Rumah Parsaktian ini, kita seperti terbawa masuk ke terowongan  masa lalu, melalui benda bersejarah yang masih utuh, berikut  dengan  cerita perpaduan sejarah, mitos dan mistis.

Di bagian bawah atau di kolong rumah, terlihat sebongkah kayu besar, dengan ukuran panjang kurang lebih 4 meter, dan berat kurang lebih satu ton. Ini merupakan satu Losung Hau (lesung kayu raksasa) dengan 5 lobang, dan terbuat dari kayu keras.

Sebagaimana Dituturkan Oleh Frangki Lumban Raja, Sang Petugas Pembina Rumah Parsaktian,  Lesung Kayu Tersebut Dulunya Sering Diterbangkan Oleh Pemiliknya Datu Parulas Parultop Dari Desa Harian Di Pulau Samosir Menyeberang Danau Toba  Menuju Desa Jangga, Lumbanjulu,Toba Samosir.

Menerbangkan lesung itu biasanya untuk membantu pihak Hulahulanya (pihak orang tua isteri) bermarga manurung yang kebetulan  seorang raja. Lesung kayu tersebut dipergunakan sebagai tempat menumbuk padi menjadi beras saat penyelenggaraan sebuah hajatan besar sang raja.

Bila hajatan telah selesai, maka lesung kayu tersebut akan diterbangkan kembali ketempat penyimpanannya, di rumah sang empunya, di Huta Harian Samosir.

“Lama perjalanan lesung di udara, kurang setengah jam, serta menimbulkan suara gemuruh di langit.” demikian Franki menambahkan cerita lesung legendaris itu.

Beranjak dari bagian bawah rumah dan  memasuki  ruangan utama rumah parsaktian, kita dapat menyaksikan beberapa benda tinggalan sejarah peradaban masa lampau, yang selama ini diketahui hanya sekedar legenda.

Aura magis terasa memenuhi ruangan, terlebih di atas lantai beralaskan tikar terdapat ragam sesajen,  serta  cahaya penerangan  secukupnya. Petugas Rumah Parsaktian sekaligus pemandu setiap pengunjung, dengan sabar menjelaskan satu persatu benda yang ada di dalam rumah.

Mulai dari Ultop atau alat menembak tradisional  yang dulu dipakai untuk berburu atau berperang. Pedang Sidua Baba (pedang kembar), Sahan dan Pandaupaan, tempat dan alat membuat obat (tawar), Hombung sebagai tempat menyimpan harta, Ragaraga tempat meletakkan sesajen, serta Ogung Panggora sejenis gong, sebagai  alat musik tradisional Batak Toba.

Menariknya, semasa hidup Sang Datu Parulas Parultop, Ogung Panggora ini tidak dijadikan sekedar alat musik sebagaimana lazimnya ogung (gong) bagi masyarakat Batak Toba.  Ogung Panggora, oleh Datu Parulas Parultop, sengaja diberikan sebagai hadiah khusus kepada sang permaisuri, yakni boru Manurung. Untuk apa? Ogung itu akan dibunyikan oleh sang permaisuri bila sudah rindu terhadap sang suami, yang menurut cerita, senang bertualang keberbagai desa dan negeri.

Menariknya lagi, bila ogung panggora telah dipukul, maka tidak lewat petang hari sang suami pasti sudah tiba di rumah. Namun harap diingat, waktu memukul ogung panggora, pertanda sang isteri sudah rindu kepada Datu Parulas Parultop, harus  di pagi hari.

Dari penduduk setempat, Dedy Lumbanraja, mendapat informasi bahwa Rumah Parsaktian Datu Parulas Parultop,  telah direvitalisasi dan dipugar oleh Pemerintah Kabupaten Samosir, pada tahun 2017 yang lalu,  dengan maksud agar Rumah Parsaktian ini menjadi objek wisata yang nyaman bagi pengunjung.

Bila akan traveling ke objek wisata ini, jaraknya hanya sekitar 23 km dari pusat Kota Pangururan, atau hanya berjarak 4 kilometer dari dermaga feri penyeberangan Muara-Sipinggan.

Sepanjang jalan menuju tempat ini terdiri dari jalan aspal mulus, kemudian bro dan sista akan dimanjakan dengan pemandangan berlatar danau, persawahan, perkampungan Batak,serta bukit dan lembah dinding Sumatera nan memesona.

Silahkan berkunjung dengan kendaraan pribadi, atau ada juga yang datang dengan naik sepeda. Bila ingin naik kendaraan umum, silahkan menunggu di pusat Kota Pangururan.

Sampai saat ini, masuk ke Rumah Parsaktian itu masih gratis, belum dipungut retribusi atau tiket. Hanya  saja, bila berkunjung ke sini harus ditemani oleh sang pembina, Frangki Lumbanraja. Sebab, di samping akan  mendapat pemanduan cerita-cerita menarik,  gerbang Rumah Parsaktian tidak selalu terbuka bebas, demi keamanan dan keselamatan benda-benda tinggalan sejarah yang ada di dalamnya.

Tertarik melihat Losung yang dulu pernah terbang? Silahkan rencanakan liburan anda ke Danau Toba. Traveling ke Samosir dan nikmati adventure wisata sejarah ke Rumah Parsaktian Datu Parulas Parultop.

(Inra P Simbolon)

Artikel Terkait

Berita|Sumut|
View Comments

Komentar

Info Menarik Lainnya

 


 

VIDEO

Video|0

BIDIKKASUSNEWS.COM

Thanks To : PT MEDIA BIDIK KASUS GROUP | |

Like Fans Page Kami