Tebing tinggi, Bidikkasusnews.com - Adanya pernyataan Plt Dirut PDAM Hadi Sucipto di salah satu media, yang mengatakan pengolahan air minum merupakan salah satu objek Vital, dan untuk itu harus ada prosedur yang harus di tempuh wartawan sebelum meliput, menurut nya prosedur perijinan itu tidak hanya berlaku bagi wartawan, tapi juga untuk pihak pihak lain yang tidak berkepentingan, demi untuk menjaga ke amanah dan kelancaran operasional fasilitas vital tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Kamis 17/7/25 Amarulah Selaku Sekertaris DPD Lira Tebing tinggi Angkat bicara, seharusnya Hadi Sucipto selaku Plt Direktur PDAM Tirta Bulian Tebing tinggi jangan lagi membuat stekmen yang membuat keruh suasana.
Apalagi sampai Mencatut Nama Wali kota untuk melarang para awak media dalam melakukan peliputan di lokasi instansi yang beliau pimpin. Ini sama juga membenturkan Walikota dan Wartawan serta LSM.
Apa yang di sampaikan Hadi Sucipto justru memberi respon negatif bagi masyarakat.
Seakan kebobrokan instansi yang Dia pimpin menutupi sesuatu hal yang di sembunyikan.
Ini semua terjadi setelah ramai nya pemberitaan di media online, yang mana kami dari tim DPD Lira Pada 13/7/25 melakukan Investigasi dan menemukan hal yang sangat mengkhawatirkan. Kaporit yang seharusnya wajib di gunakan sebagai bahan kimia untuk untuk membunuh Virus, bakteri dan kuman, tidak pernah di gunakan selama Hadi Sucipto memimpin PDAM Tirta Bulian.
Padahal pengunaan Kaporit dalam pengolahan air minum sudah di atur dalam Permenkes No 492/MENKES/PER/lV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum. Berdasarkan peraturan BPK.
Bila selama ini Kaporit sebagai pembunuh bakteri dan kuman tidak di gunakan selama masa ke pemimpinnya, berarti air yang di suguh kan kemasyarakat selama ini tidak layak di gunakan. Dan masyarakat juga selaku konsumen dapat menuntut PDAM, bila konsumen ada yang mengalami penyakit.
Bila di terapkan aturan untuk membatasi wartawan dan LSM dalam memantau kinerja PDAM sebagai perusahaan untuk kebutuhan masyarakat luas, sama saja Hadi Sucipto telah menentang Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi Publik, dan juga undang-undang Pers no 40 tahun 1999 tentang menghalangi tugas jurnalistik. Khususnya pasal 18 ayat (1). Pelaku dapat di pidana dua tahun penjara atau denda 500 juta.
Dan satu lagi, adanya salah satu media yang selalu melakukan pembantahan pembantahan pemberitaan dari berita miring tentang PDAM, terlihat media tersebut tidak profesional. Seharusnya dia mengkonfirmasi kita yang terjun langsung di lapangan, dan mendapatkan temuan. Tutup Amar.
(SW. S)
Komentar